0

Maria Amanda : Lestarikan Budaya dengan Menari



>
Ketika kebudayaan barat merambah masuk ke Indonesia, banyak remaja yang terseret di dalamnya. Tetapi tidak dengan Amanda. Baginya, budaya lokal jauh lebih menarik dan penting untuk dilestarikan.


Bagi gadis bernama lengkap Maria Amanda ini, pencatutan budaya Indonesia oleh negara lain disebabkan kurangnya kepedulian masyarakat terutama anak muda terhadap budaya sendiri. Atas dasar pemikiran itulah, Amanda berusaha konsisten untuk menekuni bidang seni tari tradisional, khususnya tari Bali.

Sempat Diejek
Sejak TK, Amanda sudah diperkenalkan dengan tari tradisional oleh ibunya. Awalnya, Amanda kecil sempat tidak menyukai tarian ini karena sikap guru lesnya yang begitu ketat dan disiplin. Namun, pada akhirnya Amanda menyadari, kedisiplinan itu diperlukan untuk membentuk pribadi yang tangguh. Amanda kerap diminta melatih tari untuk adik-adik kelasnya di sanggar.

Ketika beranjak remaja, gadis berkacamata itu seringkali mendapat ejekan dari teman sebayanya. “Aku sering diejek karena menarikan tarian tradisional. Aku dibilang kuno, nggak gaul,” katanya. Namun, ejekan semacam itu tidak melunturkan tekad Amanda untuk tetap melestarikan budaya Indonesia. “Bagiku, sudah jarang sekali anak muda yang peduli akan kebudayaan kita. Padahal ini sama pentingnya dengan sekolah,” ujar buah hati pasangan Masri Sareb Putra dan Rosani Nilam ini.

Honor Pertama
Ketekunan Amanda membuahkan hasil. Belasan piala telah dikumpulkan dari berbagai macam lomba seni tari. Ia pernah menjuarai lomba tari daerah se-Jabotabek, Parade berprestasi seni tari dan lomba-lomba lainnya. Ia juga sering diundang untuk mengisi berbagai acara di berbagai kesempatan. Hal yang paling berkesan adalah ketika ia mendapatkan honor pertama. “Waktu itu honor pertamaku hanya Rp.100.000. Gak bisa digambarkan gimana senengnya aku waktu itu. Sekarang aku bisa nabung dari jerih payahku sendiri,” ujar siswi kelas III SMP Strada Slamet Riyadi ini.

Kerja keras Amanda menghantarkannya untuk menari di depan Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo, pada saat peresmian sebuah universitas swasta. Saat itu,rasa panik dan gugup sempat mampir ketika ia harus membawakan tari Sekar Jagat di depan Pak menteri. “Aku deg-degan banget, apalagi aku termasuk penari yang paling muda. Tapi ya, aku yakin aja,” katanya. Lazimnya, tarian Sekar Jagat baru dikuasai oleh gadis-gadis usia 18 tahunan. Namun, Amanda sudah mahir menarikannya sejak usia 12.

Undangan menari yang dilontarkan padanya tidak pernah surut. Baru-baru ini, Amanda mendapat tawaran untuk menari di Jepang. Namun sayang, kesempatan emas untuk menginjakkan kaki di negeri Sakura itu belum kesampaian lantaran berbenturan dengan Ujian Akhir Nasional (UAN).

Pemred Cilik
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ternyata, darah jurnalis ayahnya mengalir juga dalam diri Amanda. Di sekolahnya, Amanda dikenal sebagai Pemimpin Redaksi sebuah majalah sekolah, Gema Sleadie. Selain menari, Amanda memang gemar menulis. Saat ini ia tengah menyelesaikan sebuah novel teenlit yang menceritakan tentang persahabatan. Jika sudah rampung, novel tersebut akan segera diterbitkan.

Ingin Jadi Pramugari
Ternyata, disamping kegemarannya menari dan menulis, Amanda memiliki cita-cita lain. Ia ingin menjadi seorang Pramugari. Ketika ditanya alasannya, sambil tersenyum Amanda berujar, “Kalau jadi pramugari, aku bisa keliling dunia, dan di sela-sela pekerjaanku itu, aku bisa menari di banyak negara”. Demi mewujudkan ambisinya, Amanda tidak pernah berhenti belajar bahasa asing.

Talenta bisa berguna jika diasah dengan ketekunan dan kerja keras. Seperti yang dikatakan Thomas Alva Edison, “Bakat hanyalah 1 persen sedangkan 99 persen sisanya adalah kerja keras”. Amanda mempercayai hal tersebut. Ia terus belajar dan percaya bahwa di kemudian hari, ia dapat memetik buah ketekunan yang ditanamnya itu. (Nrt)

*dimuat di majalah WARNA edisi Juni 2010
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0

Delon dan Sisi Idol: “Semua Karena Tuhan”



>

Sisi Idol saat menyanyi di acara Rencontre (foto oleh : Dian)


“Ayo, tepuk tangan sekeras-kerasnya untuk Tuhan!” ujar pria tampan dengan balutan kemeja hitam lengan panjang itu. Kacamata kotaknya bertengger di hidungnya yang basah karena peluh. Sedangkan mulutnya terus menyanyikan lagu-lagu yang menghidupkan semangat ratusan anak muda yang menonton aksinya.


Dialah Alexander Stanislaus Liaw Delon Thamrin. Pria yang populer disapa Delon ini berkesempatan menyanyi di hadapan sekitar 400 Orang Muda Katolik gabungan pada acara Rencontre di gereja Santa Helena, 28 Mei 2010 lalu.


Jangan ditanya lagi bagaimana antusiasme para remaja ini. Mereka bukan hanya bersorak girang, tetapi juga ikut bernyayi bersama Delon. Beberapa buah lagu andalan Delon seperti Terima Kasih Cinta dan You Raise Me Up diperdengarkan khusus bagi mereka yang hadir di situ.


Selain menyanyi, Delon juga berbagi kisah perjalanan hidupnya yang luar biasa. Karir pemuda kelahiran Jakarta 20 Mei 1978 ini berawal dari pekerjaannya sebagai wedding singer. Sebelum masuk dalam nominasi Indonesian Idol, Delon merasakan hidup yang sulit. Namun tak dinyana, berkat ketekunan dan doa, Delon bisa meniti karir hingga sukses dan dikenal banyak orang.


Baginya, semua hal yang didapatkan sekarang semata-mata karena Tuhan. “Semua bukan karena kehebatan saya seorang diri, tetapi karena kehebatan Tuhan,” ujarnya mantap. Delon mengajak semua anak muda untuk memiliki semangat hidup. “Jangan pernah menyerah pada keadaan. Seperti lagu d’Massiv, hidup adalah sebuah anugerah,” ujarnya sembari memamerkan deretan gigi putihnya.


Selain Delon, pembelajaran lain datang dari Sisi Idol. Gadis bernama lengkap Sisi Hapsari ini juga merupakan finalis Indonesian Idol. Sisi yang ditemui WARNA usai menghibur para peserta menceritakan tentang kuasa Tuhan yang begitu nyata dalam hidupnya.


Dulu, Sisi merasa dirinya tidaklah cantik. Tubuhnya kecil, hitam, dan tidak menarik. Kondisi ekonomi keluarganya juga cukup memprihatinkan. Setelah tamat SMA, Sisi terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. Saat itu, terbersit di pikirannya untuk mencari cara demi melanjutkan pendidikan. Ia pun mendapat job sebagai penyanyi di sebuah club di Jakarta. “Dalam melakukan pekerjaan ini hati saya sangsi, tetapi sisi ‘manusia’ saya mengatakan kenapa tidak,” ujarnya. Semenjak itu, dunia malam yang gemerlap menjadi temannya sehari-hari. Kata pelecehan dan free sex menjadi akrab di telinga gadis ini. Namun, ia tetap berusaha membentengi diri dari segala hal negatif tersebut.


Pada masa-masa itu, Sisi selalu berdoa Rosario kepada Bunda Maria. Ia mengharapkan jalan yang terbaik. Pada akhirnya, Tuhan membuka jalan lewat audisi Indonesian Idol. Sisi yang semula hanya coba-coba, akhirnya lolos hingga babak 12 besar. “Awalnya memang coba-coba, tetapi setiap hal yang saya lakukan selalu saya amini dan yakini saja,” ujarnya lagi.


Semenjak itu, kehidupannya berubah drastis. Tawaran menyanyi datang dari mana-mana. Hingga kini, Sisi bisa menyelesaikan studinya dan menyekolahkan adik-adiknya. Ia pun tidak pernah melupakan tugasnya sebagai warga gereja. Ia tergabung dalam paduan suara Ratu Rosari Jagakarsa. Sekarang, Sisi sedang berupaya untuk menelurkan album rohani dan sekulernya yang kedua.


Sama seperti yang dirasakan Delon, karya Tuhan benar-benar luar biasa bagi hidupnya. “Tuhan selalu memberi lebih,” katanya. Jika dulu Sisi merasa tidak memiliki kelebihan apapun, kini ia menyadari bahwa tidak ada manusia yang tercipta tanpa sebuah kelebihan karena manusia dibentuk serupa dengan citra Allah. “Sekarang, jangan ada kata tidak puas lagi kepada diri sendiri. Bersyukurlah atas apa yang kalian dapat hari ini, dan berusahalah dengan keras, maka kelak Tuhan akan menjawab semua doa-doa kita,” kata Sisi sambil tersenyum hingga meninggalkan semburat kemerahan di pipinya. (Nrt)


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0

Ananta Wahana : Hampir Dipecat karena Agama



>

Tidak mudah menjadi kaum minoritas di tengah mayoritas. Dibutuhkan keteguhan hati untuk tetap mempertahankan prinsip-prinsip yang sejak semula diemban.


Itulah yang dirasakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Banten, Ananta Wahana. Ananta merupakan satu-satunya anggota DPRD Banten yang beragama Katolik. Dalam menjalankan tugasnya, Ananta seringkali berseberangan dengan teman sejawatnya yang lain.

Ananta yang sejak semula mengusung misi pluralisme kerap mendapat teguran dari beberapa rekannya. Tidak tanggung-tanggung, ia hampir dipecat ketika mencoba mengangkat isu toleransi beragama. “Ini Banten, Bung. Ini daerah Islam. Jangan macam-macam!” kata seorang atasan kepadanya.

(foto: facebook: Ananta Wahana)

Namun, ancaman tersebut tidak lantas mengurungkan niat Ananta untuk mengangkat pluralisme beragama di Banten. “Bagi saya, pluralisme sangat penting. Tapi ya begitulah kalau di Banten. Agak susah untuk mengupayakan hal ini,” ujarnya.

Kiprahnya di dunia politik terbilang berani. Baru-baru ini, Ananta membongkar kasus dugaan korupsi yang terjadi di lembaga tempatnya bekerja. Umat lingkungan Maria Regina Caeli, Kelapa Dua ini menemukan indikasi laporan keuangan reses anggota DPRD Provinsi Banten manipulatif. Motifnya membongkar kasus tersebut semata-mata untuk mengedepankan kejujuran dan keterbukaan. “Dalam politik, kejujuran dan keterbukaan sangat diperlukan,” katanya.

Ternyata, ancaman pemecatan bukan hal baru bagi Ananta. Dia pernah benar-benar harus angkat kaki dari sebuah perusahaan karena sikapnya yang vokal itu. “Tuhan memang sudah menyediakan jalan. Setelah saya keluar dari perusahaan tersebut, saya diberi jalan untuk masuk ke DPR RI pada tahun 2004,” katanya.

Ananta mengaku, DPR merupakan lahan basah yang menggiurkan. Namun dirinya berusaha menolak berbagai macam suap. Ketika masuk Pansus kedua, Ananta sudah dua kali menolak untuk menerima amplop putih.
Meski sering absen dalam berbagai kegiatan lingkungan gereja, Mantan Sekretaris DPD KBM Banten ini mengupayakan agar permasalahan di lingkungan bisa dibawa ke forum yang lebih tinggi. “Saya termasuk umat yang hampir merah karena jarang hadir, tetapi juga diusahakan untuk hadir dalam setiap kegiatan. Saya coba mengangkat persoalan-persoalan lingkungan ini di tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat DPRD,” tutupnya. (Nrt)

*dimuat di majalah WARNA edisi Juni 2010
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0

PR untuk Insan Pers



> Seorang teman kampus saya pernah bertanya, “Gue dapet amplop 800ribu, nar…gw ambil gak yah?”. Lalu dengan entengnya saya menjawab, “Ya jangan diambillah… inget,kata pak Lukman (Dosen IISIP dan anggota Dewan Pers), dosa besar wartawan adalah menerima suap”.
“Tapi gw butuh duit buat ganti celana jeans gw sekaligus buat nambahin uang kuliah,” katanya lagi.

Huh..kalau sudah menyangkut “demi kesejahteraan”, saya jadi malas menjawabnya…karena jika saya berada diposisinya saya pun pasti dilemma… Yang saya tahu, teman saya itu selalu menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Namun, apalah daya gaji yang tidak sepadan dibarengi dengan harga kebutuhan yang melambung tinggi, membuat dia harus mengesampingkan prinsipnya dan menerima upah sampingannya.

Masalah kesejahteraan wartawan yang klasik namun sensitif ini memang selalu menjadi bahan perbincangan. Masih banyak wartawan yang mencari kerja sampingan karena gajinya di bawah standar. Padahal, pekerjaan mereka tidaklah mudah. Mereka harus berusaha independen agar menghasilkan fakta yang berimbang. Terkadang mereka harus mempertaruhkan leher mereka sendiri untuk mendapatkan berita. Tak jarang pula wartawan yang dikriminalisasikan dan dianiaya karena sebuah pemberitaan.

Dua hari yang lalu, tepatnya 9 Februari 2010, wartawan seluruh Indonesia merayakan Hari Pers Nasional di Palembang. Momen penting itu ditandai dengan penandatangan ratifikasi perusahaan media massa oleh 18 group media terbesar di Indonesia. Ratifikasi ini bertujuan agar perusahaan pers dapat mentaati norma dan aturan yang berlaku.Masalah kesejahteraan, kriminalisasi, dan intimidasi insan pers menjadi perbincangan utama yang selalu ada dari tahun ke tahun.

Menjamurnya media massa di Indonesia memang patut diacungi jempol, namun juga harus diragukan. Keraguan ini muncul karena tidak semua media massa telah mengerti posisinya sebagai alat kontrol sosial. Hal ini terbukti dari masih banyaknya pers kuning yang isi beritanya justru mengilhami masyarakat untuk berkelakuan buruk.

Sebenarnya, ini menjadi PR bersama. Organisasi jurnalis harus melindungi anggotanya dan menjembatani media dengan masyarakat. Perusahaan media pun tidak boleh mengabaikan kesejahteraan hanya demi oplah semata.Wartawan juga harus bisa mematahkan statement yang menyatakan "80 persen wartawan Indonesia buta Kode Etik Jurnalistik". Demikian pula masyarakat, harus menjadi bagian yang memantau kinerja media agar tetap independen.

Niatan seperti itu harus selalu dikumandangkan dan dilaksanakan. Pers memiliki kekuatan yang dasyat. Kita jangan sampai lupa bahwa media memiliki peran penting sebagai pembentuk opini publik. Medialah yang membuat seorang Prita Mulya Sari dibebaskan dari tahanan dan medialah yang membuat seorang Presiden Richard Nixon mengundurkan diri dari jabatannya. Begitu hebatnya kekuatan media. namun, kekuatan ini harus dijaga agar tidak menyimpang dan tidak menjadi kebebasan yang kebablasan. Karena dengan kekuatannya itu, media bukan hanya dapat menyatukan tetapi dapat pula menghancurkan sebuah bangsa. Media harus memiliki nurani.

Intinya, mesti ada kontrol yang terarah dari semua pihak. Jangan sampai pekerjaan mulia seorang wartawan tercederai oleh arus kapitalisme. Jangan sampai pula ada berita bahwa wartawan disiksa dan dibunuh karena mengungkap suatu kasus kejahatan. Dan semoga saja tidak ada lagi kasus pengebirian dalam mengungkapkan pendapat. Keadilan dan kebenaran harus dijunjung setinggi-tingginya.

Oleh karena itu, dibutuhkan keberanian dari semua pihak untuk memantau agar pers tetap berjalan sesuai fungsinya, yaitu mencerdaskan bangsa.

Selamat Hari Pers Nasional...
Hidup Kebebasan Pers!!! (nrt)

"Saya memilih memiliki pers tanpa negara daripada negara tanpa pers"
(Thomas Jefferson)

Thursday, February 11, 2010 at 12:54am
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
Back to Top